From : http://sabdalangit.wordpress.com/2010/11/04/misteri-di-balik-merapi/#more-1572Translate by google Translate to English language
Indonesia
Pada hari Rabu tanggal 13 Oktober 2010, YM Sultan Adji Sulaiman Raja Kutai Kertanegara ke 18 memerintah pada pertengahan abad 18, mengingatkan supaya segera melaksanakan perintah untuk ritual labuh ke puncak Gunung Merapi. Tak boleh mundur lagi. Batas akhir yang ditentukan adalah hari Jumat Legi, tanggal 15 Oktober 2010. Secara logika, pada tanggal 13 Oktober 2010 saat itu status Gunung Merapi sudah berada pada status siaga (satu tingkat di atas status waspada, satu tingkat di bawah status tertinggi awas), tak ada orang yang bersedia naik ke Merapi jika tak ingin mati konyol. Namun apa boleh buat, sudah merupakan dawuh (perintah) dari para leluhur agung, saya percaya 100% leluhur, tak ada perintah leluhur yang membuat celaka diri kita. Gaib pun tak pernah bohong. YM Sultan Sulaiman berkata,”laksanakan segera nak, tidak baik menunda perintah, karena akan melawan kodrat, jika Merapi kelamaan menahan letusan akan sangat berbahaya!. Apa yang kamu lakukan bukan untuk kepentingan dirimu sendiri, melainkan untuk kepentingan orang banyak, bangsa ini di waktu yad. Sendiko dawuh Yang Mulia, siap laksanakan segera pada hari Jumat Legi besok, demi lahirnya Satriyo Pambukaning Gapura. Kasihan rakyat sudah banyak yang menjadi korban. Tampilnya satriyo baru, tentu membawa konsekuensi turunnya “satriyo” lama “di tengah jalan”. Musti bagaimana lagi, jika seorang “satriyo” sudah tidak disengkuyung oleh para leluhur besar dan para gaib bangsa ini, karena tiada menghargai kearifan lokal, tidak menghargai pusaka nusantara. Itu sama saja tidak berbakti kepada bangsa dan para leluhur besarnya sendiri. Alias menjadi generasi yang durhaka. Tentu saja akan selalu membawa musibah dan bencana berkepanjangan tiada berhenti. Ibarat seseorang yang sakit parah, sembuhnya kalau sudah mati. Maka, musibah dan bencana baru akan reda jika sang satriyo lama itu telah lengser keprabon. Dengan penuh maaf. Apa adanya terpaksa harus saya sampaikan. Jumat Legi sore, ditemani 2 orang abdi dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat kami naik ke puncak Merapi dalam cuaca hujan sangat lebat dan berkabut. Benar saja, gunung paling aktif di dunia itu seolah memberikan jeda tidak bergolak. Walau masih terasa saat tanah bergetar akibat gerakan magma dari dalam perut bumi. Kabar dari posko Merapi saat itu statusnya pun ternyata turun menjadi waspada. Gunung Merapi mirip dengan makhluk hidup, kali ini bagaikan anak kecil sedang merengek lalu tiba-tiba diam karena mendapat makanan kesukaannya. Selesai acara labuh, hingga Sabtu siang tanggal 16 Oktober tiba-tiba Merapi seperti mendapat komando, mulai bergolak lagi dengan 246 kali gempa vulkanik. Hari minggu statusnya naik kembali menjadi siaga, lalu seminggu kemudian statusnya naik menjadi awas. Perubahan status Merapi yang sangat cepat dan belum pernah terjadi selama ini.
MEMBANGUN SINERGI DENGAN KOSMOS
Sedikit set back membahas soal makna esensial ritual labuh. Ritual labuh (labuhan) atau larung sesaji bukan sekedar latah ikut-ikutan saja. Larung sesaji yang melibatkan ubo rampe dan tata cara adalah soal teknis saja. Lebih dari itu orang harus memahami hakekatnya. Yakni sebagai upaya manusia memahami dan menghormati alam semesta beserta seluruh makhluk penghuninya sebagai sesama ciptaan tuhan, derivasi kebijaksanaan alam semesta. Acara labuh sebagai salah satu wujud adanya kesadaran kosmos, yakni tanggungjawab manusia tanpa kecuali untuk selalu hamemayu hayuning bawana. Menjaga dan melestarikan alam semesta serta mengambil manfaat secara proporsional tanpa meninggalkan kerusakan. Kesadaran itu menjadikan kita sebagai sosok manusia kosmologis. Berkesadaran spiritual tinggi yang selalu selaras, sinergis dan harmonis dengan kodrat (hukum) alam semesta. Satriyo yang berjiwa kosmologis akan selalu mendatangkan berkah dan anugrah bagi lingkungan alam dan seluruh isinya. Berkah dan anugrah agung bagi keluarga, orang lain, dan masyarakat yang dipimpinnya. Desa mawa cara, negara mawa tata. Setiap wilayah, atau lingkungan alam, memiliki tata dan cara masing-masing. Beda masyarakat, berbeda pula adat istiadat, tradisi, dan budayanya. Itulah makna kearifan lokal, yakni nilai luhur hasil interaksi manusia dengan lingkungan alamnya yang kemudian melahirkan kearifan dan kebijaksanaan. Sehingga di dalam nilai kearifan lokal (local wisdom) terkandung kesadaran akan jati diri suatu bangsa. “Jati diri” yang meliputi karakter geografi, geologi, dan karakter sosialnya. Bagi siapa yang lebih memahami “jati diri” tersebut, seseorang dapat bersikap lebih arif dan bijaksana dalam menjalani tata kosmos kehidupan ini. Alias menjadi manusia yang tunduk patuh, manembah kepada tuhan.
TIGA TITIK SENTRA SPIRITUAL
Merapi-Kraton-Laut Selatan merupakan tiga titik sentral dalam spiritual Jawa khususnya Jogjakarta yang merangkum makna AGNI-UDAKA-MARUTA (AUM). Merapi melambangkan unsur api atau agni. Merapi memiliki hakekat vertikal manembah kepada Yang Transenden. Sehingga Merapi bermakna sebagai jagad alit. Spiritual adalah urusan pribadi dalam jiwa masing-masing orang (mikrokosmos). Kraton adalah sentral atau pancer (guru sejati) yang meliputi pancer di dalam jagad alit (mikrokosmos) maupun pancer di dalam jagad ageng (makrokosmos). Laut Kidul adalah bermakna spiritual horisontal. Sedangkan Kunci gunung Merapi ialah pemegang amanat yang harus memiliki lakutama (budi pekerti luhur) sebagai penghubung antara jagad alit dengan jagad ageng. Dalam dirinya ada naar atau agni harus teratasi dengan nur atau cahyo sejati. Juru kunci bertanggungjawab menselarasakan antara perilaku alam dengan perilaku manusia. Oleh sebab itu jika juru kunci tidak mengenal alam dengan seluruh makhluk isinya akan berakibat fatal. Dapat terjadi disharmoni antara mikrokosmos dengan makrokosmos. Tentu saja kekuatan alam yang akan bekerja sesuai koridor keadilannya. GAIB TAK PERNAH BOHONG Jika ada yang bilang gaib dapat berubah-ubah, kamuflase, dengan target untuk mengecoh pemahaman manusia, itu bukanlah kesalahan gaib, melainkan kebodohan unsur “ke-aku-an” dalam diri manusia. Yang selalu dilimput oleh imajinasi dan ilusi belaka. Senin tanggal 25 Oktober 2010 kami siap berangkat ke Balikpapan. Sejak hari Sabtu maskapai mengirim sms pemberitahuan pesawat akan didelay selama 1,5 jam. Pada hari Senin sore kami check in, kemudian bayar airport tax, dan masuk ke boarding room. Menunggu pesawat yang akan membawa kami ke Balikpapan. Jam keberangkatan tinggal 15 menit lagi, boro-boro petugas bandara mengumumkan para penumpang segera naik pesawat. Info jam berapa pesawat pengangkut kami akan tiba di bandara saja tak ada kabarnya. Hari menjelang petang, kami mulai ragu untuk melanjutkan perjalanan. Pada saat terasa bosen menunggu pesawat, datanglah YM Sultan Sulaiman,”..nak…batalkan saja keberangkatan ke Balikpapan. Jangan sanyang uangnya yang hangus. Para leluhur juga tidak memperbolehkan berangkat saat ini. Tunda lah sejenak nak ! YM Sultan memerintahkan supaya hari Selasa Pahing besok tgl 26 Oktober 2010 marak sowan (ziarah) ke pasarean agung Kotagede, sowan Panembahan Senopati karena akan diberikan “sesuatu”. Berarti musti membatalkan tiket pesawat. Sendiko…terpaksa bagasi saya ambil kembali, tiket pun ditukar untuk jadwal hari rabu besok. Besoknya, hari Selasa Pahing tanggal 26 Oktober 2010, kami marak sowan ke Panembahan Senopati, Nyi Ageng Enis, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Kali ini, perintah langsung dari Panembahan Senopati, dan juga perintah dari YM Sultan Sulaiman supaya sore itu pula berangkat naik Merapi ke dusun Kinahrejo rumah Mbah Marijan untuk berbagai sembako, makanan, minuman, kepada para pengungsi di sana. Ternyata sinkron dengan kejadian malam Selasa Pahing, di mana beberapa hari sebelumnya hati ini merasa tak enak, risau, khawatir campur takut jika mengingat sosok Mbah Marijan. Ada apa gerangan? Hal ini dipertegas pada malam Selasa, di mana “badan alus” mbah Marijan datang menemuiistri saya, Mbah minta supaya dimintakan uang Pak Isran (Bupati Kutim) sebanyak Rp. 700,- Kami akan turuti keinginanmu Mbah!. Uang pun segera saya dapatkan langsung dari Pak Isran. Bukankah Rp. 700,- di depannya ada unsur angka 7 (Jawa; pitu) bermakna nyuwun pitulungan (minta pertolongan) dumateng Gusti Mahawisesa. Pertolongan yang berkelipatan ratusan kali. Entah..pertolongan dalam wujud dan makna yang bagaimana, menjadi teka-teki besar.
PERINGATAN KI JURUTAMAN
Selasa Pahing sore tanggal 26 Oktober 2010 setelah selesai kami marak sowan Panembahan Senopati di pasarean Agung Kotagede, jam 16.00 WIB kami berlima berangkat menuju rumah Mbah Marijan dengan tujuan untuk berbagi sembako, oleh-oleh makanan ringan, dan menyerahkan uang Rp.700,- sesuai permintaannya. Jogja masih cerah, tetapi begitu memasuki Jl Kaliurang KM 14 cuaca di sekitar Merapi berubah diselimuti kegelapan seolah menyembunyikan sesuatu. Pukul menunjukkan 16.30 WIB suasana terasa misterius dan mencekam, tiba-tiba menjadi sangat gelap seperti sehabis magrib. Lalulintas menuju Kaliurang macet, padat merayap. Sesampai di Umbulharjo Kec Hargobinangun, jalan menuju Mbah Marijan sudah ditutup rapat oleh aparat. Tak ada lagi kendaraan boleh naik. Tapi kami merasa ada beban batin yang sangat berat jika gagal naik bertemu Mbah Marijan. Lalu saya bilang ke aparat mau mengantarkan pesanan Mbah Marijan dan menjemput Mas Asih putra Mbah Marijan, dan lajulah kendaraan mendaki jalan aspal tanjakan terjal menuju Kinahrejo rumah Mbah Marijan yang jauhnya masih 2 km, atau kurang dari 4 km dari kawah Merapi. Asap sulfatara mulai tercium menyengat, campur aduk antara aroma belerang, mesiu, infus, bau seperti asap ledakan petasan sudah sangat keras menyengat lubang hidung membuat nafas terasa sesak. Di tengah jalan kami sempat diberi peringatan oleh Ki Jurutaman, penjaga gaib Gunung Merapi dari sisi Jogja. Ki Jurutaman menjulurkan telapak tangannya. Lima jari yang terjulur kami maknai dengan dua peringatan. Pertama, mencegah supaya jangan naik karena sangat berbahaya. Kedua, jika nekad naik pun sampai rumah Mah Marijan hanya diberi waktu 5 menit. Baiklah Ki… saya berterimakasih atas peringatan yang diberikan.
PERTEMUAN TERAKHIR
Sesampai di rumah Mbah Marijan, begitu pintu mobil terbuka terasa hawa agak panas dengan bau belerang, infus, messiu dan sangit. Saat itu sempat terdengar sekali dentuman menggema cukup menggetarkan tanah. Kami berlima berbegas segera menurunkan barang-barang bantuan pengungsi. Masuk ke ruang tamu ada Mbah Marijan menyambut, tetapi hanya sedikit canda tawa, tidak seperti biasanya walaupun dalam sikond yang genting. Kali ini tampak wajah agak pucat dan sedikit menampakkan kegelisahan mendalam. Kami menurunkan sembako, kue, biskuit dll agar bisa digunakan bilamana diperlukan bersama penduduk setempat pada saat situasi darurat. Mbah Marijan berucap yang mengandung firasat,”wah..kok kathah sanget mangke mboten wonten ingkang nedhi”. Duh kok banyak sekali nanti tak ada yang makan. Saya jawab,”nanti Mbah bakal banyak kedatangan tamu”. Berikut ini translate dialog bahasa Jawa saat-saat terakhir bersama Mbah Marijan di rumahnya Dsn Kinahrejo kurang dari 4 km dari kawah Merapi. Mbah Marijan (MM) Saya dan Istri (S) S; Mbah…… saya ke sini untuk menyerahkan uang yang Mbah Marijan minta tadi malam sebanyak Rp. 700,- sesuai permintaan Mbah. Pitung-atus gelo Mbah, supaya mendapat pitu-lungan (pertolongan). MM; O inggih matur sembah nuwun. Lha pitulungan saking sinten ? S; Pitulungan saking Gusti sing nggawe urip Mbah ! MM; Inggih kula tampi matur nuwun. Uang receh Rp.700,- dalam amplop dipegang-pegang. Mbah panggil anak menantunya, “Mur… iki (uang Rp.700,-) wenehno mbah putri wae !. S; Lho Mbah…(uang) niku kangge Mbah, lak panjenengan wau dalu to sing nyuwun piyambak. Duwite receh dilebokne sak mawon Mbah. (Lho Mbah, uang itu untuk Mbah, bukankah mbah tadi malam yang meminta sendiri. Uang receh 700 rupiah (logam) itu dimasukkan saja di saku, jangan diberikan kepada siapa-siapa). Mbah Marijan cuma tersenyum sambil ke tiga jarinya menutupi mulut, dengan gayanya yang kocak. Namun uang 700 rupiah tetap di serahkan kepada mBak Mur (menantu perempuan Mbah Marijan) minta supaya diserahkan kepada Mbah Marijan Putri. Sejenak kami diam tak bereaksi apapun, hanya tercenung dalam batin penuh rasa khawatir kepada Mbah Marijan. Pada saat hening pukul 17.45 WIB tiba-tiba terdengar lagi dentuman keras berasal dari arah kawah Gunung Merapi yang hanya berjarak kurang dari 4 km (areal berbahaya berjarak sampai radius 10 km dari kawah). Tak lama hawa terasa berubah begitu sesak, bau udara tiba-tiba seperti bercampur asap mesiu terakar, belerang, dan infus lebih kuat dari sebelumnya.
TAMU TERAKHIR YANG HIDUP
Di ruang tamu tinggal kami berlima, dengan Mbah Marijan dan (Mas Iwan) satu orang wartawan Vivanews. Istri saya berkata kepada Mbah Marijan yang terakhir kalinya;”Mbah..bener enggak mau turun bersama kami? Mbah Marijan menjawab,”..o injih..mangke Jam 12 malam”, sergahnya. (Ya, nanti jam 12 malam!). Tiba-tiba Ki Jurutaman datang lagi, dan hanya berucap singkat,’mandap sakniki ! Injih ! (turunlah sekarang juga!). Rokok yang hampir saja saya nyalakan langsung saya matikan. Istri saya bilang, sekarang juga kita turun, waktunya 5 menit !! Tanpa berlama-lama lagi, kami berlima pamitan Mbah Marijan yang saat itu mengenakan kemeja batik kuning gading dengan motif berwarna hijau dan hitam dan mengenakan sarung kotak-kotak hitam bitu putih.
PERCAKAPAN TERAKHIR
S; Kalau begitu saya harus turun sekarang Mbah !! MM; Waduh…lha kok Cuma seperti mimpi. Mbok nanti…temani saya dulu. S: Maaf Mbah…tempat ini tidak akan selamat…Ki Jurutaman sudah menyuruh kami turun. Ayolah Mbah. MM; Mbah Marijan hanya tersenyum kecil dan merangkul saya… S; Dalam hati saya seperti mau menangis…saya merasa kuat sekali ini akhir dari pertemuan kami. Akhir dari sejarah “persahabatan lahir” kami dengan Mbah Marijan. Serasa ada yang berhenti di kerongkongan. Saya tak tega melihat wajah Mbah Marijan. Saya hanya bisa mengelus punggungnya sambil berkata,”…Mbah…awake dewe donga-dinonga andum slamet nggih !!! Mengko bar Merapi rampung hajate, tak anter makanan sing enak kangge Mbah Marijan. (Nanti setelah Merapi hajatnya selesai, akan saya kirim makanan yang enak untuk Mbah Marijan). S; Saya salami dan ajak seorang wartawan,”Mas…ayo ikut turun sekarang..tak akan selamat di sini !!. Ia hanya tersenyum kecil dan menunduk. Saya tak ada waktu berlama-lama. MM; Di luar masih banyak orang ada sekitar 9 mobil parkir di halaman rumah Mbah Marijan. Mbak Mur..menantu Mbah Marijan tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tamu…,”Mbah…ayo keluar sebentar saja ! Sebentar saja ! Mbah Marijan ikut keluar bersama Mbak Mur. Keluarga Mbah Marijan yang lainnya sudah dibawa mengungsi semua. S; Di halaman ada 8 mobil tersisa. Ternyata 7 mobil adalah tamu Mbah Marijan yang baru datang. Mbah Marijan tak mau menemui tamu lagi. Ia ngeloyor ke masjid tak jauh dari rumahnya. Istri saya terpaksa menyuruh para tamu yang baru datang untuk segera turun lagi karena sudah sangat berbahaya.
EVAKUASI DIRI
Para tamu dengan 7 mobil akhirnya turun bersama-sama melalui jalur bawah. Sempat mengantri untuk keluar dari halaman. Saya ambil jalur yang naik ke arah Merapi, karena tak ada satupun kendaraan yang melewati sana. Di dusun paling tinggi dan paling dekat dengan Merapi yakni Blimbingsari sudah tak ada lagi orang tersisa. Sepi sunyi kabut asap sulfatara sangat tebal dan begitu mencekam. Nafas menjadi sesak. Kap mesin mobil sudah mulai kejatuhan kerikil dan pasir vulkanik. Tapi kendaraan kami tak bisa laju karena terhalang asap tebal. Pasrah. Tanah seperti bergetar bagaikan irama telapak kaki raksasa. Benar saja..di belakang kami ada Ki Jurutaman mengiringi langkah evakuasi kami. Wajar saja, Ki Jurutaman tingginya sekitar 10 meter dengan tubuh tegap dan wajah yang lumayan cakap. Setelah tersendat karena pandangan jalan kadang tak tampak, sementara sebelah kanan dan kiri ada jurang, kami terpaksa berjalan sangat lambat. Di bawah tampak orang berlarian..sementara mobil-mobil dan truk evakuasi penuh penumpang melaju ke bawah menjauhi Merapi dengan kecepatan tinggi. Sesampai di bawah bertemu Posko Pertama hanya ada para petugas tim SAR, tentara dan aparat keamanan yang sudah siap evakuasi diri pula. Sampai di Posko pertama (8 km dari Merapi) kira-kira hanya 15 menit sejak meninggalkan rumah Mbah Marijan, kami mendapat bayangan gaib, dusun Kinahrejo tempat rumah Mbah Marijan berada telah di sapu awan panas hingga porak poranda. Jika dicocokkan waktunya ternyata tepat dengan kejadiannya.
JANJI KI JURUTAMAN
Banyak orang yang mengaku bersahabat dengan Merapi. Tetapi ironisnya, ia tak kenal dengan Ki Jurutaman. Padahal Gunung Merapi dengan penjaga gaibnya bernama Ki Jurutaman adalah dua makhluk tuhan yang bisa dipisahkan. Ki Jurutaman dulunya adalah abdi dalem (pembantu) setia Panembahan Senopati (1550-1630) yang secara tak sengaja makan “telur jagad” dari Kanjeng Ratu Kidul sehingga tubuhnya berubah menjadi tinggi dan besar. Entah sejak kapan tepatnya, kemudian Ki Jurutaman diutus menjadi menjaga Gunung Merapi agar supaya letusan tidak mengenai wilayah (Kraton) Jogjakarta. Sejak tahun 1600 terbentuklah perbukitan di lereng Merapi sebelah selatan. Dinamakan glacap gunung atau punggung gunung. Masyarakat kemudian memberi nama sebagai GEGER BOYO (punggung buaya) karena memang bentuknya mirip dengan punggung buaya. Geger boyo ini nyambung dengan bukit Turgo yang juga berfungsi sebagai penahan guguran lava pijar ke arah Jogja. Namun seperti di tulis dalam serat Jongko Joyoboyo, bahwa kelak Ki Sabdopalon dan Ki Noyogenggong berjanji akan datang kembali untuk memberi pelajaran bagi orang Jawa (nusantara) yang hilang kejawaannya (tidak memahami jati diri bangsanya). Tanda kedatangannya antara lain runtuhnya GEGER BOYO Merapi. Sebelum tahun 2006 abu vulaknik Merapi tak pernah mencapai kota Jogja. Namun sejak tahun 2007 debu vulkanik benar-benar mulai dapat menjangkau kota Jogja (Jalan Gejayan). Peristiwa itu benar-benar terjadi hanya sepekan setelah gempa Jogja pada 27 Mei 2006 yang lalu.
PERTEMUAN PERTAMA DENGAN KI JURUTAMAN
Pada bulan November 2005 kami pertamakalinya bertemu dengan sosok Ki Jurutaman sewaktu berlibur di Kaliurang. Ki Jurutaman sudah hidup di alam sejati, ia tahu mana yang bener dan pener. Setiap apa yang dikatakannya begitu bijaksana dan penuh kandungan makna kehidupan yang sangat dalam. Hanya sebatas perkenalan dan sempat kami berbincang singkat dengan Ki Jurutaman. Saya mendapat kesimpulan bahwa Ki Jurutaman sudah berusaha untuk bersabar selama ratusan tahun, tapi kini ia telah sampai pada patas akhir dari kesabaran. Selaras dengan komando Ki Sabdopalon dan Noyogenggong bahwa kini saatnya manusia Jawa sudah harus diberi pelajaran. Maka Ki Jurutaman pun telah enggan menjaga Jogja dari letusan Gunung Merapi karena kecerobohan ulah manusia sendiri. Masyarakat telah melanggar wewaler atau pantangan. Melanggar wewaler sama halnya merusak keharmonisan kosmologis, alias bertentangan dengan hukum alam yang seharusnya manusia saling menabur welas asih dan saling menghargai kepada seluruh makhluk tanpa kecuali. Banyak orang mabok agomo lan donga, tidak memahami hakekat sejatinya hidup. Sudah banyak yang kajawan, hilang hakekat kejawaannya. Ki Jurutaman hanya bilang ,”…wis mongso bodo-a ngger ! Sudahlah…terserah kalian saja aku nggak bisa menjaga lagi. Bebendu pasti akan datang tanpa bisa dicegah, kecuali yang selalu eling dan waspada. Orang-orang yang setyo budya, selalu ngugemi paugeran. Itulah wong-wong kang kenceng anggone gocekan waton. Kapan bebendu bagi masyarakat Jawa yang telah berkhianat (durhaka) kepada alam dan para leluhurnya sendiri, yakni dimulai dengan lindu gede (gempa besar) dengan tumbal ribuan nyawa. Benar saja, tanggal 27 Mei 2006 gempa dahsyat menghancurkan wilayah Jogja, Klaten, Sleman, Bantul, sebagian wilayah Kulonprogo, Gunung Kidul dan sekitarnya. Sebanyak hampir 8000 nyawa melayang dalam waktu hanya 15 detik.
KI JURUTAMAN SANG PENYABAR
Telah sekian lamanya Ki Jurutaman memendam rasa kecewa. Baik terhadap Kraton yang melanggar paugeran. Bukankah ada paugeran bahwa Ratu Gung tak boleh jadi walang kaji. Tetapi kenyataannya telah terjadi pelanggaran itu. Apalagi syarat utama seorang JURU KUNCI adalah harus kenal, bisa srawung, dengan penjaga gaibnya. Adalah salah kaprah anggapan orang bahwa Juru Kunci Merapi adalah orang yang menjadi penjaga Merapi. Bukan itu maksudnya. Juru Kunci adalah ibarat “penyambung lidah” antara masyarakat gaib dengan masyarakat wadag. Bagaimana bisa terjadi komunikasi yang harmonis bila seorang Juru Kunci tidak mengenal dengan pimpinan masyarakat gaib. Padahal masyarakat gaib adalah tetangga kita di manapun berada yang harus kita hargai sebagai sesama mahluk hidup. Manusia mendem agomo terbiasa nglakoni mentang-mentang merasa paling, sehingga tanpa disadarinya ucapan, sikap dan
perbuatannya terkadang sangat melecehkan masyarakat lain dimensi. Inilah sumber malapetaka, berasal dari sikap adigang adigung adiguna manusia sendiri. Banyak orang tak tahu apa-apa tetapi merasa dirinya tahu segala hal, sehingga mudah sekali mendiskreditkan orang lain. Salah dianggap benar, benar dianggap salah. Terjadi wolak-waliking jaman. Sekian lama Ki Jurutaman menjadi obyek penderita dan selalu bersabar. Semakin luntur rasa welas asih masyarat karena terkena dampak berbagai doktrin dan dongeng. Dan saat ini Ki Jurutaman telah tak mampu lagi menahan kesabarannya. Ki Jurutaman marah besar. Hingga mengerahkan ribuan Banaspati bersama serangan awan panas dan lava pijar, yang meluluhlantakkan segala sesuatu yang dilewatinya. Ia tidak lagi mau menjaga (Kraton) Jogja dan masyarakat kereng Merapi dari letusan Gunung Merapi. Tanggal 29 Oktober 2010 hari Sabtu dini hari (jam 00.45 wib) Merapi kembali meletus lebih dahsyat selama 30 menit lebih. Abu vulkanik benar-benar membuat sejarah baru mencapai kraton Kraton dan wilayah kota Jogja, bahkan hingga mencapai laut selatan. Ini kejadian yang sangat langka, jika tak bisa dikatakan belum pernah terjadi. Sekaligus menjadi peringatan besar, sekaligus sebagai bahasa alam yang mengisyaratkan teguran terhadap sikap dan kebijaksanaan manusia yang semakin ceroboh dan kacau. Di mana sikapnya menjadi cerminan akan rendahnya kadar kesadaran spiritual manusia. PERTEMUAN DUA KEKUATAN BESAR Makrokosmos adalah makhluk hidup pula. Atau setidaknya pernah hidup dan kini hidup dalam fase-fase selanjutnya. Apapun wujud makhluk, jika manusia mensia-siakan, pastilah akan menuai celaka. Hari Jumat tanggal 29 Oktober 2010 setelah saya mengantar pulang Pak Bupati Bulungan ke Bandara Adisucipto, sewaktu pulang di tengah jalan melihat naga bumi yang bagi masyarakat umum sekilas tampak seperti awan berbentuk naga. Naga bumi dengan mulut menganga dan bertanduk, bergerak cepat dari selatan (laut kidul) ke arah utara bersatu dengan awan raksasa yang berada di samping Merapi. Peristiwa ini hanya terjadi sekitar 5 menit dengan disaksikan semua orang yang berada di dalam kendaraan kami. Setelah itu muncul awan pertanda akan terjadi bencana besar dengan korban yang cukup besar pula. Jika disimpulkan, dua kekuatan besar yakni dari laut selatan (naga bumi) dan gunung berapi (baru-klinting di bawah komando Ki Jurutaman) bergabung untuk membangun kekuatan besar yang dapat menggegerkan jagad Jawa. Awan yang mengisyaratkan bencana dengan korban banyak masih akan terjadi. Dengan kata lain 38 nyawa korban Merapi belumlah cukup. Saat itu Ki Jurutaman sempat memberikan sinyal yang dapat kami tangkap seperti di bawah ini ; 1. “Hajatan” Gunung Merapi sebagai ekspresi kemurkaan Ki Jurutaman atas penghianatan manusia Jawa, yang telah hilang kejawaannya. “Hajatan” akan berlangsung selama 35 hari. Terhitung sejak hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010. 2. Kemurkaan Ki Jurutaman adalah hukum keseimbangan alam di mana telah terjadi ketidakselarasan antara “langkah” manusia dengan “hukum alam semesta”. 3. Terjadi ketimpangan “karakter”, perilaku, behavior, antara makrokosmos dengan mikrokosmos. Sehingga terjadi kondisi di mana terdapat kecenderungan antagonis antara wujud alam yang berbeda namun unsurnya berasal dari materi yang sama. Bergabungnya dua kekuatan besar tentu akan membawa karakter berbeda dari letusan-letusan Merapi sebelumnya. Merapi memang selalu menyimpan beribu misteri. Kraton Jogja pun sebagai soko guru spiritual kosmologis keadaannya kian terpuruk. Walaupun seandainya menyadari apa yang terjadi dan tahu harus bagaimana. Toh jika memberikan perintah kepada masyarakat pun tak digubris. Dalam kondisi alam seperti ini, jikalau masyarakat diperintah untuk selalu membuat teh dan kopi tubruk setiap hari dan disajikan di ruang tamu mungkin dianggap sia-sia. Sebagian masyarakat malah menganggapnya sebagai tahyul dan mitos belaka seperti ungkapan presiden SBY tempo hari. Anda percaya atau tidak, musibah dan bencana baru akan reda jika SBY turun tahta. Silahkan ditunggu, dan dicermati, agar bisa membuktikan ucapan ini. Toh paling lama, tahun 2012 SBY akan lengser keprabon. SOSOK MISTERIUS Selain unpredictable, kali ini Merapi merubah karakter tidak seperti biasanya. Setiap Gunung Merapi mau meletus selalu menyelimuti dirinya dengan awan dan mendung. Awan pun selalu menyebar ke segala penjuru. Sehingga puncak Merapi tak dapat diamati dengan mata wadag. Arah guguran lava pijar dengan tebaran abu vulkanik sulit diprediksi dengan berbagai teknologi canggih. Kadang terjadi kontradiksi di antaranya. Guguran lava mengarah ke selatan, tetapi abunya ke utara dan timur. Sementara angin yang bertiup dari arah timur dan selatan. Tahu-tahu awan panas menyapu beberapa wilayah dengan kecepatan tinggi. Satu jam sebelum meletus, bahkan Merapi tampak sangat tenang. Bahkan seringkali tidak didahului tanda meningkatnya gempa vulkanik terlebih dulu sebelum meletus. Lain dari letusan-letusan sebelumnya, bagi masyarakat awam kali ini terdapat keanehan, setiap yang dilewati tidak sekedar hangus, namun porak poranda, rumah-rumah hancur lebur, pohon-pohon besar dan kecil tumbang. Namun selalu saja, pendapa tempat acara ritus sakral yang hanya berjarak 1 km di bawah kawah Merapi tetap utuh dan selalu terjaga dari terjangan awan panas. Sebenarnya bukanlah hal aneh, jika anda semua berusaha konsentrasi hening batin akan menyaksikan sendiri, terjangan awan panas (wedhus gembel) bukanlah sekedar debu vulkanik berwarna coklat kemerahan dengan suhu 700-800 derajat. Namun tampak puluhan bahkan ribuan makhluk semacam banas pati (raksasa kecil dengan wujud api) yang seolah mencari mangsa dengan ganasnya. Banaspati dari unsur api, tidak berbenturan dengan segala sesuatu unsur tanah. Bahkan unsur api hanya bisa diredam oleh unsur tanah. Makan rumus keselamatan dimaknai apabila manusia selalu eling dan waspada, dengan cara mulat laku jantraning bumi. Manusia yang membangun sifat seperti bumi. Lembah manah (rendah hati), andap asor (santun), selalu menebar berkah kepada siapapun yang ada di sekelilingnya, baik makhluk hidup, tak hidup, manusia, binatang, dan tumbuhan. Sekalipun diinjak-injak tetap saja memberikan berkah kepada seluruh makhluk tanpa kecuali dan tanpa pernah pilih kasih. Sementara itu Banaspati adalah gambaran sifat angkara murka. Sifat panasten, iri hati, buruk sangka, suka marah-marah (bahkan sampai mengklaim sebagai mewakili kemarahan tuhan). Sifat Banaspati ini akan sirna jika manusia telah menyerap sifat-sifat bumi (tanah). Itulah pelajaran dari alam semesta sebagai “ayat-ayat” yang tersirat, disebut sebagai sastrajendra. Papan tanpo tulis. Ilmu sejati yang tidak ditulis dalam buku. “Kitab universal” yang sesungguhnya dapat menjadi pegangan manusia sejagad tanpa pengecualian suku, budaya, dan agama. Nagabumi adalah makhluk tuhan retasan alam semesta juga. Mereka mewakili unsur bumi, karena memang hidupnya menyatu di dalam kedalaman tanah. Nagabumi dapat mewakili ketidakterimaan alam semesta atas ulah manusia yang begitu cerobohnya, sehingga jebol lah lumpur Lapindo di Sidoarjo akibat amukan Nagaraja (jantan) karena tidak terima Nagagini (betina) tertancap mata bor pada saat pengeboran gas oleh PT Lapindo Brantas. Nagabumi adalah bagian dari “masyarakat” Kraton Pantai Laut Selatan, yang dipimpin oleh entitas widodari yang turut menjaga keseimbangan makrokosmos. Di Gunung Lawu sana ada entitas bidadari pula yang selalu ngrekso hargo bernama Dewi Untari atau Dewi Nawang Sari anak putrinya Dewi Nawang Sih. Tentu saja, hal-hal sepeti ini bagi yang tidak pernah menyaksikan kebesaran gaib seolah hanya sekedar dongeng kibulan. Kini nagabumi dan banaspati telah bergabung melakukan show off force. Paling tidak berbagai peristiwa ini dapat menyadarkan diri kita bahwa kita bertetangga dengan ragam kehidupan yang sangat kompleks. Jadi jangan lah mentang-mentang selalu RUMONGSO BISO. Tetapi jadilah manusia yang BISO RUMONGSO.
TAHYUL ITU APAKAH SEPERTI INI
Selama kurang dari seminggu Merapi tiap hari meletus. Tiga kali pula dalam seminggu, kami harus relakan tiket hangus karena membatalkan keberangkatan menuju Kaltim untuk laksanakan tugas dan pekerjaan berat. Akhirnya, pada hari sabtu malam minggu, salah satu leluhur Ki Ageng Mangir Wonoboyo sehabis menggembleng cucu canggahnya di puncak Merapi yang masih sangat panas itu, beliau sekalian bertemu Ki Jurutaman. Mbah Mangir minta supaya Ki Jurutaman meredam Merapi sejenak, karena anak turunku mau pergi ke Kaltim, jangan sampai ada abu dan awan panas yang menganggun perjalanan (pesawat) menuju Kaltim. Kata Mbah Mangir, tadi Ki Jurutaman sudah bilang sendiko dawuh. Kata Ki Jurutaman, meletus yang lebih besar lagi nanti setelah kembali di Jogja lagi. Kenapa begitu, karena biar konsentrasi kami pada acara besar di Kaltim tidak terganggu. Karena kalau Merapi meletus besar kami selalu memikirkan nasib dan keselamatan sanak sodara, handai taulan, teman yang berada di Jogja. Mudah-mudahan perjalanan besok pagi (Senin 1 November 2010) benar-benar terlaksana tidak terancam batal lagi. Wah, kirain dongeng atau khayalan tahyul saja. Ternyata gaib memang tak pernah bohong. Begitu mendarat di Sepinggan Balikpapan jam 11 Wita (jam 10 Wib), sebentar kemudian dengar kabar Merapi meletus cukup besar jam pada jam 10.05 Wib. Hari Rabu 3 Nov kami harus segera kembali ke Jogja. Turun dari pesawat jam 10.30 Wib. Tak lama kemudian jam mulai 11 status Merapi kembali mengalami krisis hingga terjadi letusan dengan skala 3 kali lebih besar dari pada hari selasa 26 Oktober kemarin. Masih beruntung, hujan lebat mengguyur seputar Merapi hingga di daratan menimbulkan banjir lahar dingin yang mengerikan. Sementara di atas sana beterbangan awan panas yang tengah mencari mangsa. Matur sembah nuwun Ki Juru. Apa kata Ki Jurutaman? Ia bilang letusan Merapi masih lama baru akan berhenti. Setidaknya akan memakan waktu selapan dino (35 hari). Meletus dahsyat tanpa bisa disaksikan dengan mata wadag. Merapi tidak lagi seperti dulu suka pamer lava pijarnya yang sangat indah sekaligus mengerikan. Kini Merapi selalu membuat “serangan” secara tersembunyi di balik mendung dan kabut tebal. Melalap ke segala penjuru. Sepertinya, erupsi kali ini benar-benar merepresentasikan batas kesabaran alam yang telah sekian lamanya dipertahankan. Bagaimanapun juga Ki Jurutaman adalah entitas manusia, yang kesabarannya masih ada batasnya. Siapakah yang keterlaluan? Tentu saja bukan Ki Jurutaman, melainkan ulah manusia yang memang sudah benar-benar di luar batas peri kemanusiaan. Baik pejabat, tokoh masyarakat, tokoh religi, maupun rakyat jelatanya. Ini baru permulaan. Oleh sebab itu, tak lama lagi si komandan gunung api akan melakukan letusan jauh lebih dahsyat lagi. Jangan kaget jika sudah tiba waktunya, radius 30 km pun bukan merupakan daerah aman dari terjangan awan panas. Saat kami menulis kisah ini, tercium bau bangkai dan darah yang gosong terbakar. Bau-bau misterius mirip seperti saat 1 jam menjelang dusun Kepuh Harjo, Kinah Rejo, Blimbing Sari sebelum luluh lantak diterjang awan panas. Semoga bau ini bukan lah pertanda Merapi masih akan makan korban lebih banyak lagi.
FENOMENA AWAN PETRUK
Petruk adalah salah satu Punakawan. Di antara para punakawan yang lain misalnya Ki Lurah Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Setelah sesepuh Punakawan Ki Lurah Semar (Ki Sabdopalon) moksa karena enggan mengikuti perpindahan kepercayaan rajanya Brawijaya V. Lantas sebelum moksa Ki Lurah Semar berjanji kelak setelah 500 tahun lebih sedikit (terhitung sejak abad 15) akan “menagih janji” untuk mengembalikan kejayaan nusantara seperti pada masa kejayaan Majapahit. Diyakini Petruk Kanthong Bolong adalah sang punakawan yang akan datang “menagih janji” kepada para pemimpin dan nusantara. SUMATERA BELUM USAI BERDUKA ! Teruntuk para sedulur berada di wilayah Sumatra Barat sana. Gempa dan stunami Mentawai barulah sekedar warning atau peringatan dini. Seperti sudah ada dating saja sebelumnya. Selasa Pahing tanggal 26 Oktober 2010 adalah waktu yang hampir bersamaan meletus lah Merapi di Jogja-Jateng dan gempa-tsunami di Mentawai. Kami tetap selalu memohon dan melakukan ritual sebisa kami lakukan untuk keselamatan kita semua di negeri ini. Semoga gempa dan tsunami sudah tidak akan menyapu wilayah Sumatra Barat. Dan Merapi tidak meletus lebih besar lagi. Walau harus ku akui, sangat terasa permohonan kami begitu hambar. Karena sulit sekali menutup gejolak perasaan hati ini. Puncak bencana belumlah berakhir. Nuwun sewu saya harus sejujurnya mengatakan,“apalagi selama pak presiden masih duduk di tahta nusantara. Para leluhur dan masyarakat gaib pun telah enggan. Maaf kata, bahkan restu leluhur pun hanyalah dianggap tahyul. Nah..inilah kekalahan manusia dari insting binatang yang lebih tahu tentang kearifan lokal. Kesadaran manusia masih dibawah kesadaran kosmos para sedulur binatang. Binatang tahu kapan Merapi akan meletus. Kapan akan terjadi gempa dan tsunami. Binatang lebih tahu kapan mereka harus turun menjauhi kawah Merapi, atau harus lari ke bukit menjauhi hempasan gelombang tsunami. Mari kita berguru saja kepada binatang
English :
Wednesday October 13, 2010, HE Sultan Kutai Kartanegara Adji King Solomon reigned in the mid 18th century, 18, warned that immediately implement the orders for ritual anchoring to the top of Mount Merapi. Must not retreat anymore. The deadline set is Legi Friday, October 15, 2010. Logically, on October 13, 2010 when the status of Mount Merapi has been on standby status (one level above the status of alert, one level below the highest alert status), no one is willing to go up to the Merapi if you do not want to die stupid. But what may make, already a dawuh (orders) from our great ancestors, I believe 100% parent, no parent command that makes us hurt ourselves. Invisibility was never a lie. HE Sultan Sulaiman said, "implemented soon, son, do not delay in doing good, because going against nature, if Merapi eruption will eventually hold very dangerous!. What do you do instead of for yourself, but for the sake of the people, this nation at the time yad. Sendiko dawuh Majesty, ready to execute immediately on Friday Legi tomorrow, after the birth of Satriyo Pambukaning Gate. Poor people have many who are victims. Satriyo appearance of new, certainly a consequence the decrease in "Satriyo" old "in the middle of the road". Musti how else, if a "Satriyo" is no disengkuyung by the ancestors of this nation and the supernatural, because there is no respect for local knowledge, do not appreciate the heritage of the archipelago. That's just not the same dedication to the nation and the magnitude own ancestors. Alias into the rebellious generation. Of course it will always bring misfortune and disaster no prolonged stops. Like someone who is very sick, heal when you're dead. Then, calamity and disaster will subside if the old Satriyo Keprabon has stepped down. With a full apology. Is there forced me to say. Legi Friday afternoon, accompanied by 2 people Ngayogyakarta Palace courtiers we climbed to the top of Merapi in very heavy weather and misty rain. Sure enough, the most active volcano in the world seemed to give pause not turbulent. Although still felt when the ground shaking caused by the magma from the bowels of the earth. News of the posts when the status of Merapi was turned down became alert. Mount Merapi is similar to living creatures, this time was whining like a little boy and then suddenly quiet as it gets her favorite food. Finished anchoring the show, until Saturday afternoon October 16, Merapi suddenly like got command, started churning again with 246 times of volcanic earthquakes. Day week climbed back into the standby status, then a week later rose to alert status. Changes in the status of Merapi, which is very fast and has never happened so far.
BUILD WITH SYNERGY
cosmos Slightly set back to discuss the essential meaning of ritual anchoring. Ritual harbor (harbor) or float an offering not just a bandwagon just talkative. Float offerings involving ubo rampe and ordinances is a technical matter only. More than that people should understand the essence. Ie as human efforts to understand and respect the universe and all its inhabitants as fellow creatures of God's creation, derivation wisdom of the universe. Anchoring the event as a manifestation of cosmic consciousness, which is the responsibility of human beings, without exception, to always hamemayu hayuning bawana. Maintain and preserve the universe and benefit proportionately without leaving damage. Awareness that makes us human figure cosmological. High spiritual conscious is always in harmony, synergy and harmony with nature (laws) of the universe. Satriyo cosmological soul will always bring blessings and grace of the natural environment and all its contents. Blessings and great gift for family, others, and the people they lead. Village mawa way, mawa state governance. Each region, or the natural environment, has a grammar and the way each one. Different people, different customs, traditions, and culture. That is the meaning of local wisdom, the supreme value of human interaction with the natural environment which gave birth to wisdom and wisdom. So in the value of local knowledge (local wisdom) contained the awareness of the identity of a nation. "Identity" that includes the character of geography, geology, and social character. Those who better understand the "identity" is, one can be more wise and prudent in order to undergo these life cosmos. Alias into a human, submissive, manembah to god.
THREE POINT SPIRITUAL CENTER
Merapi-Kraton-South Sea are the three central points in Java, especially Yogyakarta spiritual that summarizes the meaning of Agni-UDAKA-Maruta (AUM). Merapi symbolizes the element of fire or agni. Merapi has a vertical nature manembah to the Transcendent. Merapi so meaningful as the universe alit. Spiritual is a private matter within the individual soul (microcosm). Kraton is a central or pancer (true teacher) that includes pancer in the universe alit (microcosm) and ageng pancer in the universe (macrocosm). South Sea is the spiritual meaning horizontal. While the key holder of Mount Merapi is the mandate that must have lakutama (noble character) as a liaison between the universe ageng alit with the universe. In him there or agni naar must resolve or Cahyo nur true. Menselarasakan responsible caretaker of the natural behavior with human behavior. Therefore, if the caretaker does not know the nature with all the creatures in it will be fatal. Can occur disharmony between the microcosm with the macrocosm. Of course, the natural forces which will work according to the corridors of justice. Invisibility NEVER lie If someone said that magic can be fickle, camouflage, with a target to outwit the human understanding, it is not a magical mistake, but stupidity element "into-me-an" in human beings. The always dilimput by imagination and illusion. Monday, October 25, 2010 we were ready to go to Balikpapan. Since Saturday, the airline will send an sms notification didelay aircraft for 1.5 hours. On Monday afternoon we checked in, then pay the airport tax, and into the boarding room. Waiting for the plane that would take us to Aberdeen. Departure hour stay 15 minutes longer, boro-boro airport officials announced the passengers on board the plane immediately. Info aircraft carrier what time we would arrive at the airport just nothing is said. Day of the evening, we started to hesitate to continue the journey. At the moment feel bored waiting for the plane, come YM Sultan Sulaiman, ".. my son ... just cancel the departure to Balikpapan. Do not Sanyang money sunk. The ancestors also does not allow leaving today. Pause for a moment was the boy! HE Sultan ordered Pahing tomorrow Tuesday October 26, 2010 Date of bloom SOWAN (pilgrimage) to the sublime pasarean Kotagede, SOWAN Panembahan Senopati because it would be given "something". Means must cancel plane tickets. Sendiko ... had to take my luggage back, tickets were exchanged for Wednesday schedule tomorrow. The next day, Tuesday Pahing dated October 26, 2010, we bloom SOWAN to Panembahan Senopati, Nyi Ageng Enis, Ki Ageng archery, and Ki Ageng Mangir Wonoboyo. This time, the direct command of Panembahan Senopati, and also the command of Sultan Suleiman YM so that afternoon also went to the hamlet Kinahrejo climbed Merapi Mbah Marijan home to a variety of basic foods, food, beverage, to the refugees there. Apparently in sync with the incident Tuesday night Pahing, where several days earlier this heart felt uncomfortable, worried, worried that if given the figure of fear mixed Mbah Marijan. There is what in the world? This was confirmed on Tuesday night, where "body Alus" mbah Marijan come menemuiistri me, Grandma asked that the money requested for Mr. Isran (East Kutai Regent) as much as Rp. 700, - We will obey your wishes Mbah!. I immediately get money directly from Mr. Isran. Is not USD. 700, - in front of it there is the element number 7 (Java; pitu) significantly nyuwun pitulungan (for help) dumateng Gustavo Mahawisesa. Relief that hundreds of times. .. Whether relief in the form and meaning of how, a big puzzle.
WARNING KI JURUTAMAN
Pahing Tuesday afternoon October 26, 2010 after we finished SOWAN Panembahan Senopati bloom in the Great pasarean Kotagede, at 16:00 pm five of us went to the house Mbah Marijan with goals to share food, by-the snacks, and hand over the money Rp.700, - according to request. Jogja is still bright, but upon entering the KM 14 Jl Kaliurang weather around Merapi change shrouded in darkness as if to hide something. At menunjukkan 16:30 AM feel the sinister atmosphere, suddenly became very dark as after sunset. Traffic jams go Kaliurang, creeping solid. Once Umbulharjo Kec Hargobinangun, the road to Mbah Marijan been sealed by the authorities. No more vehicles can ride. But we feel there is a very heavy mental burden if it fails to rise to meet Mbah Marijan. Then I said to the authorities want to deliver and pick up orders Mbah Marijan Mas Asih son Mbah Marijan, and lajulah asphalt road vehicles climbing the steep hill toward the house Mbah Marijan Kinahrejo yang still 2 miles away, or less than 4 km from the crater of Merapi. Sulfatara began stinging smoke smell, the smell of sulfur mixed, powder, infusion, smells like smoke explosion was very loud firecrackers stinging nostrils to make breathing felt tight. On the way we had been warned by Ki Jurutaman, keeper of the magical Mount Merapi Jogja. Ki Jurutaman stuck out his palm. Five outstretched fingers we interpret the two warnings. First, it prevents lest rising because it is very dangerous. Second, even if the daring ride to mah house Marijan were given only 5 minutes. Let Ki ... I thank for the warning given.
LAST MEETING Arriving at the house Mbah Marijan, a car door open so the air feels a little hot with the smell of sulfur, infusion, messiu and rice pest. At that time there was once a boom echoing thrilling enough land. All five of us berbegas immediately reduce refugee relief items. Log into the living room there is Mbah Marijan welcome, but only a little laughter, not as usual despite the precarious sikond. This time it looks a little pale face and a hint of unease. We reduce the basic foods, cakes, biscuits etc to be used when necessary with local residents during emergency situations. Mbah Marijan containing hunch saying, "wah .. why kathah sanget mangke mboten wonten ingkang nedhi". Duh kok lot later there was nothing to eat. I replied, "Grandma would be much later arrival of guests." The following dialog translate Java language last moments together at his house Mbah Marijan Kinahrejo DSN less than 4 km from the crater of Merapi. Mbah Marijan (MM) Me and my wife (S) S; Mbah ... ... I'm here to hand over the money that Mbah Marijan asked last night as much as Rp. 700, - on demand Mbah. Mbah Pitung gelo-atus, to get pitu-lungan (help). MM; O inggih mature Nuwun worship. Lha pitulungan so sinten? S; Pitulungan so nggawe urip Mbah Gusti sing! MM; Inggih Kula Tampi Nuwun mature. 700 coins, - in the envelope held-hold. Mbah call the law, "Mur ... Iki (money Rp.700, -) wenehno mbah daughter Wae!. S: Why Grandma ... (money) niku kangge Mbah, lacquers panjenengan kite to sing nyuwun piyambak Dalu. Duwite dime sacks dilebokne mawon Mbah. (Why Mbah, the money was for Grandma, did not champion last night asking myself. Money dime 700 rupiah (metal) was inserted just in my pocket, not given to anyone.) Mbah Marijan just smiled as the three fingers to cover the mouth, with a hilarious style. But money remains at 700 rupiah leave to Mbak Mur (Mbah Marijan daughter in law) asked to be submitted to Mbah Marijan Princess. For a moment we did not respond any kind, only thoughtful in full inner sense of worry to Mbah Marijan. At the moment of silence at 17:45 am all of a sudden there was another explosion coming from the crater of Mount Merapi, which is only less than 4 km (the area is dangerous to a radius of 10 km from the crater). Soon the weather was changing so crowded, the air suddenly smells like a mixture of gunpowder smoke terakar, sulfur, and the infusion is stronger than ever.
GUEST LAST LIVING In the living room the five of us live, with Mbah Marijan and (Mas Iwan) one person VIVAnews reporters. My wife said to Mbah Marijan one last time, "Mbah .. bener baseball will go down with us? Mbah Marijan said, ".. o .. mangke injih Hours 12 nights", she said. (Yes, later on at 12 o'clock at night!). Suddenly Ki Jurutaman come again, and only a short say, 'mandap sakniki! Injih! (Come down now too!). Cigarettes are almost my turn I immediately turn off. My wife told me, right now we are down, time for 5 minutes! Without lingering longer, the five of us farewell Mbah Marijan who was wearing a yellow batik shirt, ivory with green and black motif and wearing a plaid sarong bitu black and white.
LAST CONVERSATIONS
S: Well then I must go down now Grandma! MM: Wow ... Just like a dream lha kok. Mbok later ... come with me first. S: Sorry Grandma ... this place will not survive ... Ki Jurutaman already told us to go down. Come on Grandma. MM; Mbah Marijan only a small smile and embrace me ... S: In my heart I like going to cry ... I feel very strongly this the end of our meeting. The end of history "friendship is born" us with Mbah Marijan. Seemed to have a stop in the esophagus. I could not bear to see the face Mbah Marijan. I can only stroked her back, saying, "... Grandma ... Awake dewe donga-dinonga andum slamet nggih! Merapi completed hajate Mengko bar, do not sing good food anther kangge Mbah Marijan. (Later after Merapi hajatnya finished, I'll send a nice meal for Mbah Marijan). S; I salami and invite a reporter, "Mas ... let's go down now .. will not survive here!!. He just smiled a little and looked down. I do not have time to linger. MM: On the outside there are many people there are about 9 cars parked on the home page Mbah Marijan. Mbak Mur .. Mbah Marijan-law suddenly entered the guest room ..., "Mbah ... let out a little while! Just for a minute! Mbah Marijan come out with Mbak Mur. Mbah Marijan other families who had taken refuge in all. S: In the yard there are 8 cars remaining. It turned out that seven cars were guests Mbah Marijan the new arrivals. Mbah Marijan not want to see another guest. He ngeloyor to the mosque not far from his home. My wife had ordered the newly arrived guests to go down again because it is very dangerous.
SELF EVACUATION
All rooms with 7 car finally fell together through the bottom line. Had to queue to get out of the yard. I take the path that rises to the Merapi, because no single vehicle that passes through there. In the hamlet highest and closest to Merapi namely Blimbingsari is no more people left. Lonely lonely sulfatara very thick smog and so gripping. Breath becomes congested. Hood of the car has started the fall volcanic gravel and sand. But our vehicle could not rate because of thick smoke blocked. Percy. Land such as the vibrating rhythm of your feet like a giant. Sure enough there is behind us .. Ki Jurutaman accompany our evacuation step. Naturally, Ki Jurutaman about 10 meters tall with a sturdy body and face are quite capable. After the road sometimes stalled because sight unseen, while the right and left was a cliff, we had to walk very slowly. Under the looks of people running around .. while the cars and trucks full evacuation of passengers drove down Merapi away at high speed. Arriving at the bottom to see Post First there's only SAR team officials, soldiers and security personnel who are ready to evacuate themselves, too. Until the first post (8 km from Merapi) approximately only 15 minutes since leaving the house Mbah Marijan, we got a shadow magic, the hamlet where the house Mbah Marijan Kinahrejo are already in hot clouds sweep up shattered. If matched the time was right with the event.
PLEDGE KI JURUTAMAN
Many people who claim friendship with Merapi. But ironically, he was not familiar with Ki Jurutaman. Though Mount Merapi with his magical guard named Ki Jurutaman are two gods creatures that can be separated. Ki Jurutaman longtime servants (maids) loyal Panembahan Senopati (1550-1630) who was accidentally eat "eggs universe" Queen of the South so that his body turned into a tall and big. I do not know since when exactly, then Ki Jurutaman sent to maintain order that the eruption of Mount Merapi is not about territory (palace) of Jogjakarta. Since the year 1600 formed the hills on the south slopes of Merapi. Named glacap mountain or ridge. Society then gave the name as Geger Boyo (crocodile's back) because it looks like with the back of a crocodile. Geger Boyo is disconnected with Turgo hill that also serves as a drag incandescent lava towards Yogyakarta. But as written in Joyoboyo Jongko fiber, that later Ki Ki Noyogenggong Sabdopalon and promised to come back to give lessons for the Javanese (archipelago), which lost kejawaannya (do not understand their nation's identity.) Signs include the collapse of his arrival Geger Boyo Merapi. Before the year 2006 vulaknik Merapi ash never reached the city of Yogyakarta. But since 2007 volcanic dust really start to reach the city of Yogyakarta (Road Gejayan). The incident actually happened just a week after the Yogyakarta earthquake on May 27, 2006.
FIRST MEETING WITH KI JURUTAMAN
In November 2005 we first met with the figure of Ki Jurutaman while vacationing in the Ground. Ki Jurutaman already living in the true nature, he knew where the Ko and publishing. Each what he said was so wise and full content of the meaning of life is very deep. Only a limited introduction and we had a brief chat with Ki Jurutaman. I got the conclusion that the Ki Jurutaman've tried to be patient for hundreds of years, but now he has come to the Patas end of patience. In harmony with Ki Sabdopalon command and Noyogenggong that now is the time humans have Java must be taught a lesson. So Ki Jurutaman also been reluctant to maintain the eruption of Mount Merapi Jogja from human-made own carelessness. Society has violated wewaler or abstinence. Violate wewaler as well as damage the cosmological harmony, aka contrary to natural law that man should sow mutual compassion and respect to all beings without exception. Many people drunk agomo lan donga, do not understand the true essence of life. There have been many who kajawan, missing the essence kejawaannya. Ki Jurutaman just said, "... wis mongso Bodo-a ngger! Anyway ... it's up to you alone I can not keep anymore. Bebendu would inevitably come, but that is always aware and vigilant. People who setyo budya, always ngugemi paugeran. That wong-wong kang kenceng anggone gocekan Waton. When did bebendu for Javanese society that have been betrayed (disobedience) to its own nature and his ancestors, namely starting with the big earthquake (large earthquake) with the casualties of thousands of lives. Sure enough, on 27 May 2006 a massive earthquake destroyed the area of Yogyakarta, Klaten, Sleman, Bantul, some areas of Kulonprogo, Gunung Kidul and surrounding areas. A total of nearly 8000 lives have been lost in just 15 seconds. THE KI JURUTAMAN patient It has been so long harbored Ki Jurutaman disappointment. Both of the Palace who violate paugeran. Is not there paugeran that the Queen should not be a stinky Gung examined. But the fact that violations have occurred. Moreover, the main requirement is a caretaker should know, can srawung, with his magical guardian. Is a mistaken assumption that the Interpreter Lock Merapi person is a person who became keeper of Merapi. That's not the point. Interpreter Lock is like "mouthpiece" of society by society wadag supernatural. How can it be harmonious communication when a Savior key community leaders do not recognize the supernatural. Though magic is our neighboring communities wherever it may be that we must respect as fellow beings. Human mendem agomo accustomed nglakoni mentang-mentang feel the most, so without realizing speech, attitude and actions are sometimes extremely insulting other people dimension. This is the source of evil, comes from the attitude adigang Adiguna adigung man himself. Many people do not know anything but felt he knew everything, so easy to discredit someone else. One is considered right, right is considered wrong. Occur wolak-waliking era. Ki Jurutaman so long the object patient and always be patient. The more compassion masyarat faded because it affected the various doctrines and fairy tales. And now Ki Jurutaman been unable to hold patience. Ki Jurutaman furious. Up to mobilize thousands of Banaspati joint attack hot clouds and lava, which destroyed everything in its path. He no longer willing to maintain (Kraton), Yogyakarta and community severity of the eruption of Mount Merapi Merapi. Dated October 29, 2010 Saturday early morning (at 0:45 pm) even more awesome Merapi erupted again for 30 minutes more. Volcanic ash actually make new history to reach the palace and the city of Yogyakarta Palace, even to reach the south sea. This occurrence is very rare, if not exactly unprecedented. As well as a big warning, as well as natural language which suggested a reprimand against the attitude and human wisdom is increasingly reckless and chaotic. Where will his attitude be a reflection of low levels of human spiritual consciousness.
MEETING THE POWER OF TWO
Macrocosm are living creatures too. Or at least have lived and now live in the next phases. Whatever the form of beings, if human mensia wasted, surely will reap evil. Friday, October 29, 2010 after I drove home Mr. Regent Bulungan Adisucipto Airport, while returning in the middle of the road to see the dragon of the earth to the general public at a glance looks like a dragon-shaped cloud. Earth dragon with gaping mouth and horns, moving quickly from the south (south sea) to the north together with a giant cloud in the side of Merapi. This event only happens about 5 minutes in the presence of all those who are in our vehicles. After that comes the cloud will sign a major disaster with substantial casualties as well. If concluded, the two major powers namely the southern sea (earth dragon) and volcanoes (new-k-ping under the command Ki Jurutaman) joined forces to build a great power to stir the Java universe. Cloud that signaled disaster with many victims still going to happen. In other words Merapi 38 victim's life is not enough. At that Ki Jurutaman could give us the signal that can be caught like this; 1. "Celebration" of Mount Merapi as the expression of Ki Jurutaman wrath of treason Java man, who has been missing kejawaannya. "Celebration" will be held for 35 days. Starting from Tuesday, October 26, 2010. 2. Ki Jurutaman wrath is the law of natural balance where there has been discord between the "step" man with "the law of the universe". 3. Occur inequality "character", behavior, behavior, between the macrocosm with microcosm. Resulting in conditions where there is an antagonistic tendency between different natural form but elements derived from the same material. Combining two great powers will certainly bring a different character from previous eruptions of Merapi. Merapi is always save thousands of mystery. Kraton Jogja also as the spiritual cornerstone of the cosmological situation is getting worse. Although if realized what was happening and know what to do. After all, if you give any orders to the people was ignored. In natural conditions like this, if people are commanded to always making tea and coffee brewed every day and served in the living room may be in vain. Some people even consider it as superstition and myth as an expression of President SBY other day. You believe it or not, accident and disaster will subside if SBY abdication. Please wait, and observed, in order to prove this remark. After all, most long time, in 2012 President announces resignation Keprabon. Mysterious figure In addition to unpredictable, this time Merapi change the character not as usual. Each Mount Merapi would erupt always covered himself with clouds and overcast. Cloud was always spread out in all directions. So that the peak of Merapi could not be observed with eyes wadag. Direction of incandescent lava with scattered volcanic ash is difficult to predict with a variety of advanced technology. Sometimes there contradictions between them. Lava heading south, but his ashes to the north and east. While the wind blowing from the east and south. Next thing I know hot clouds swept some areas with a high speed. One hour before the eruption, even Merapi seemed very calm. Even the often not preceded by signs of increased volcanic earthquake first before erupting. Other than previous eruptions, for ordinary people this time there are peculiarities, each to be passed not only scorched, but shattered, homes destroyed, trees uprooted large and small. But always, pendapa venue sacred rite which is only 1 km below the crater of Merapi remains intact and is always awake from the brunt of the hot cloud. Actually it is not strange, if you all try to concentrate the mind will witness their own quiet, hack hot clouds (wedhus trash) is not just a reddish brown volcanic ash with a temperature of 700-800 degrees. But the creature seems tens or even thousands of such banas starch (small giant with a form of fire) that seemed to look for prey with a ferociously. Banaspati of the element of fire, do not clash with anything earth elements. Even the fire element can only be tempered by elements of the soil. Eating formula understood if human safety is always aware and alert, in a way mulat jantraning earth attitude. Man who build properties like the earth. Valley Manah (humble), andap ASOR (polite), always casting a blessing to anyone around him, both living creatures, inanimate, human, animals and plants. Despite being trampled still give blessings to all beings without exception and without favoritism. While it is a picture of the nature Banaspati insolence. Panasten nature, envy, prejudice, love angry-angry (even to claim to represent the anger of god). Banaspati nature will vanish if people have absorbed the properties of the earth (ground). That's the lesson of the universe as "verses" which implied, referred to as sastrajendra. Tanpo board wrote. True science that is not written in the book. "Book of the universal" that actually can be a human grip Sejagad without exception of race, culture, and religion. Nagabumi are creatures retasan god of the universe as well. They represent the element earth, because it's her life together in the depths of the soil. Nagabumi ketidakterimaan can represent the universe of human activity that is so reckless, so the burst is the Lapindo mudflow in Sidoarjo because of tantrums Nagaraja (male) because they do not receive Nagagini (female) plugged drill bit on gas drilling by PT Lapindo Brantas. Nagabumi is part of "society" South Sea Beach Palace, led by an entity that helped maintain the balance widodari macrocosm. At Mount Lawu There is also an angel entity that always ngrekso Hargo named Goddard Untari or daughter Dewi Nawang Sari Dewi Nawang Sih child. Of course, things are a case for greatness that never witnessed the supernatural as just a fairy tale kibulan. Now nagabumi and banaspati have joined to show off force. At least these events can awaken ourselves that we are neighbors with a variety of highly complex life. So do was mentang-mentang always rumongso BISO. But be a man who BISO rumongso.
Superstition THAT ARE LIKE THIS
During less than a week every day Merapi erupted. Three times a week also, we have to burn Relax ticket cancel departure to East Kalimantan to carry out tasks and hard work. Finally, on Saturday night week, one of the ancestors Ki Ageng Mangir Wonoboyo canggahnya grandchildren after galvanizing at the peak of Merapi is still very hot, he met all Ki Jurutaman. Mbah Mangir asked that Ki Jurutaman muffle Merapi moment, because children want to go to East Kalimantan turunku, do not there is a cloud of hot ash and menganggun travel (plane) to East Kalimantan. Mangir Mbah said, had already said Ki Jurutaman sendiko dawuh. Ki said Jurutaman, erupted bigger again later after returning in Jogja again. Why is that, because let us concentrate on the big event in East Kalimantan are not disturbed. Because if Merapi erupts big we always think about the fate and safety of relatives Sodara, taulan companion, a friend who was in Jogja. Hopefully travel tomorrow morning (Monday, November 1, 2010) really does not happen again jeopardized. Well, fairy tales or fantasy kirain just superstition. Apparently magic was never a lie. Once landed at Balikpapan Sepinggan at 11 pm (at 10 am), a moment later heard the news big enough hours Merapi erupted at 10:05 am. Day Wednesday, November 3 we had to get back to Yogyakarta. Get off the plane at 10:30 pm. Soon the hour from 11 back in crisis status of Merapi eruption with scale up to 3 times larger than on Tuesday, October 26 yesterday. Still lucky, heavy rain flushed around Merapi to the mainland cause a horrible cold lava flood. While up there flying hot clouds that are looking for prey. Matur worship Nuwun Ki Savior. What word Ki Jurutaman? He said a new eruption of Merapi is still long stops. At least it will take Selapan dino (35 days). Erupted explosively without wadag can be seen with the eye. Merapi is no longer like before lava pijarnya showboat a very beautiful and terrible. Merapi is now always make the "attack" is hidden behind thick clouds and fog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
COMMENT HERE